MENGAPA KESEHATAN HAK SELURUH WARGA NEGARA...
Saat ini jasa pelayanan kesehatan makin lama semakin mahal. Tingginya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan oleh masyarakat, menyebabkan masyarakat kesulitan dalam memperoleh pelayanan kesehatan secara layak. Dengan kecenderungan meningkatnya biaya hidup, termasuk biaya pemeliharaan kesehatan, diperkirakan beban masyarakat terutama penduduk berpenghasilan rendah akan bertambah berat. Biaya kesehatan yang meningkat akan menyulitkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya, terutama bila pembiayaannya harus ditanggung sendiri. Persoalan lainnya adalah subsidi yang keluarkan Negara untuk pelayanan kesehatan masih setengah hati. Subsidi tersebut tidak bisa menjamin kesehatan bagi masyarakat dikarenakan masih sangat rendah.
Rakyat Berhak atas Jaminan Kesehatan
Kesehatan yang baik memungkinkan seseorang hidup lebih produktif baik secara sosial maupun ekonomi. Oleh karena itu, kesehatan menjadi salah satu hak dan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, agar setiap individu dapat berkarya dan menikmati kehidupan yang bermartabat. Kemudian sebagai Negara yang berdaulat, pelayanan kesehatan adalah menjadi tanggungjawab sepenuhnya oleh Negara. Sehingga dibuatlah perangkat hukum untuk mengaturnya. Sebagai landasan hukum, Undang Undang Dasar 1945, baik pada Pembukaan maupun pada beberapa Pasalnya, telah memberikan landasan hukum normatif yang kuat, meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan perlindungan dan jaminan sosial.
Misalnya, dalam Pembukaan UUD 1945 disebutkan, bahwa; pembentukan Pemerintah Negara Indonesia ditujukan: “... untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”
Selanjutnya dalam UU hasil amandemen yakni pasal 28 H ayat (3) menyatakan;
“Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia bermartabat.”
Diamanatkan kemudian, bahwa diperlukan adanya suatu sistem perlindungan dan jaminan sosial pada skala nasional sebagaimana diamanatkan pada Pasal 34 Ayat 2 Perubahan UUD 1945 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa; “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat ......”
Sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 bahwa kesehatan merupakan hak dasar bagi setiap individu dan warga Negara.
Oleh karena itu Jaminan Kesehatan diselenggarakan dan diarahkan dengan tujuan menjamin agar seluruh warga Negara memperoleh manfaat pemeliharaan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya. Disamping dasar berpijak di dalam negeri, di tingkat internasional, perlindungan dan jaminan sosial juga telah dijamin oleh Deklarasi PBB Tahun 1947 tentang Hak Azasi Manusia. Pemerintah Indonesia seperti banyak negara lain juga telah ikut menandatangani Deklarasi tersebut. Secara tegas, Deklarasi itu menyatakan bahwa;
“... setiap orang, sebagai anggota masyarakat, mempunyai hak atas jaminan sosial ... dalam hal menganggur, sakit, cacat, tidak mampu bekerja, menjanda, hari tua ...”
Jadi cukup jelas bahwa secara hakekat maupun secara dasar hukumnya, kesehatan merupakan hak sosial bagi seluruh warga Negara tanpa terkecuali. Negara yang berdaulat berkewajiban untuk menjaminnya.
SJSN dan BPJS Menghianati Cita-cita Negara Berdaulat
Kemudian mulai 1 Januari 2014 pemerintah mulai memberlakukan sistem jaminan sosial. Ini adalah tindak lanjut Perpres No. 12 tahun 2013 tentang jaminan kesehatan dan PP 101/2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebagai realisasi UU SJSN. Konsep Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang ditetapkan di Indonesia ini merupakan bagian dari kesepakatan (Konsesus Washington) dalam bentuk Program SAP (Structural Adjustment Program) yang direalisasikan dalam bentuk perjanjian antara IMF (International Monetary Fund) dan Pemerintahan Indonesia untuk mengatasi krisis ekonomi. SJSN ini, konsepnya mengikuti pandangan Barat (Liberal atau sistem Kapitalisme) dalam masalah jaminan sosial, yaitu sistem asuransi. Namanya terdengar bagus, Jaminan Sosial Nasional, tetapi isinya ternyata hanya mengatur tentang asuransi sosial yang akan dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Artinya, itu adalah swastanisasi pelayanan sosial, khususnya di bidang kesehatan. Hal ini bisa dilihat dari isi UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN. Dalam Pasal 1 berbunyi:
“Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.”
Kemudian dilanjutkan pada Pasal 17 ayat (1) yang menyatakan;
“Setiap peserta wajib membayar iuran. (2) Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada BPJS secara berkala.”
Adapun BPJS adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS, yang merupakan amanat dari UU No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN. BPJS akan menjadi lembaga yang memiliki kewenangan luar biasa di negara ini untuk menjarah uang rakyat. Penjarahan ini dilakukan dengan menarik iuran bagi peserta BPJS Kesehatan, seperti dibawah ini:
“Setiap peserta wajib membayar iuran. (2) Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada BPJS secara berkala.”
Adapun BPJS adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS, yang merupakan amanat dari UU No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN. BPJS akan menjadi lembaga yang memiliki kewenangan luar biasa di negara ini untuk menjarah uang rakyat. Penjarahan ini dilakukan dengan menarik iuran bagi peserta BPJS Kesehatan, seperti dibawah ini:
1 Peserta :PNS/ TNI / Polri/Pensiunan ,Bentuk iuran :5% Per Keluarga. Besar Iuran: 2% dari Pekerja. Keterangan Kelas I dan II Rawat Inap
2 Peserta:Pekerja Penerima Upah , Bentuk iuran :4,5% dan 5% Per Keluarga, Besar Iuran:Hingga 30 Juni 2015: 0,5% dari pekerja dan 4% dari pemberi kerja.Mulai 1 juli 2015 : 1% dari pekerja dan 4 % dari pemberi. Keterangan: Kelas I dan II Rawan Inap
3 Peserta:Penerima Bantuan Iuran (PBI), Bentuk iuran :Nilai Nominal Per Jiwa , Besar Iuran:Rp. 19.225. Keterangan:Kelas III Rawat Inap
4 Peserta: Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja , Bentuk iuran :Nilai Nominal Per Jiwa , Besar Iuran:1. Rp 25.500, 2. Rp 42.500, 3. Rp 59.500. Keterangan: Rawat inap Kelas 3 , Rawat inap Kelas 2, Rawat inap Kelas 1
Dalam logika Iuran tersebut, kesehatan masih dipandang sebagai barang dagangan yang bisa diperjual belikan, bukan sebagai hak sosial yang dipenuhi oleh Negara. Logika iuran inilah yang menempatkan Negara sebagai penjarah uang rakyat. Ironisnya, siapa pun yang tidak membayar Iuran tidak akan dilayani sebagai peserta BPJS Kesehatan. Mekanisme pembayaran asuransi dalam mendapatkan pelayanan kesehatan telah menunjukan bahwa untuk mendapatkan haknya, masyarakat harus membayar sendiri. Sehingga BPJS Kesehatan layaknya sebuah bisnis yang konsumennya adalah warga Negara sendiri. Kemudian Keputusan pemerintah dalam Rakornas lintas kementerian terlihat masih setengah hati dalam memberikan Jaminan Kesehatan, yakni menyebutkan nilai PBI sebesar Rp15.500 per orang-per bulan dengan jumlah peserta 86,4 juta dan total anggaran Rp16,07 triliun.
Sementara itu, Sejak diluncurkan MP3KI (Masterplan Percepatan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia) pada bulan Mei 2012 diarahkan untuk menyasar 40% kelompok masyarakat paling bawah secara ekonomi. Kelompok tersebut adalah 29 juta orang miskin dan 70 juta orang rentan miskin (total 99 juta orang). Ini artinya, kalau pemerintah konsisten dengan MP3KI maka seharusnya memakai angka 99 juta orang miskin sebagai penerima bantuan iuran untuk BPJS Kesehatan. Akan tetapi, jika memakai standar Bank Dunia (World Bank) dalam melihat angka kemiskinan akan jauh berbeda. Bank Dunia menetapkan standar kemiskinan melalui pendapatan sebesar 2 Dollar per hari. Sehingga ada sekitar 49% penduduk Indonesia (116 juta orang) berada dibawah garis kemiskinan. Sehingga sekitar 116 juta orang miskin yang ditanggung oleh Negara.
Dari hal di atas, Negara belum menjalankan sistem jaminan kesehatan yang diamanatkan oleh UUD 1945 yaitu “mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh warga Negara.” Tapi Negara hendak mengalihkan tanggungjawab pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Selain membebani masyarakat, sistem pelayanan kesahatan tersebut bersifat diskriminatif. Sehingga BPJS Kesehatan sebagai lembaga penyelenggara jaminan kesehatan nasional, mestinya harus menjamin 253.609.643 jiwa warga Negara Indonesia tanpa harus membeda-bedakan.
Pertama, secara bersama-sama mendata warga untuk didaftarkan sebagai peserta BPJS Kesehatan serta mengawasi jalannya pelayanan kesehatannya. Karena kurangnya sosialisasi maupun pemahaman, sehingga banyak warga yang tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Terkait pelayanan kesehatan masih sangat rendah dan banyak pintu birokrasi, sehingga pengawasan secara bersama-sama akan memudahkan warga dalam mendapatkan pelayanan kesehatannya.
Kedua, secara bersama-sama, warga mendesak agar tercukupinya rumah sakit di setiap kawasan huni warga dengan tenaga medis terlatih dan ketersediaan sarana yang memadahi. Karena kesehatan adalah kebutuhan primer, maka adanya rumah sakit yang dekat dengan lingkungan warga akan semakin memudahkan warga dalam mengaksesnya Dan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, tenaga medis haruslah yang terlatih dan professional sebab warga bukan kelinci percobaan.
Ketiga, bersama-sama mendesak pemerintah daerah untuk memberikan subsidi yang lebih besar untuk bagi seluruh warga tampa membedakan golongan. Disinilah peran pemerintah daerah, ia juga berkewajiban menyelenggarakan kesehatan gratis berkualitas bagi wargannya.
Keempat, bersama-sama menuntut kepada pemerintah pusat dan parlemen untuk merevisi atau mencabut Undang-undang yang merugikan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Serta mendesak agar dibuatkan undang-undang kesehatan yang menjamin seluruh warga Negara.
Hal-hal yang dilakukan diatas, akan lebih baik jika WARGA BERORGANISASI. Dengan BERORGANISASI, warga akan mendapatkan pengetahuan yang lebih dan mengetahui hak sebagai warga Negara. Dengan BERORGANISASI juga semakin erat persaudaraan dan akan semakin solid dalam memperjuangkan hak atas kesehatan. Intinya, dengan berorganisasi akan mengangkat harkat dan martabat sebagai warga Negara yang Merdeka.
***Kaum Muda Berjuang & Melawan***
***Sudah Waktunya Sadar, Bangkit, & Melawan***
2 Peserta:Pekerja Penerima Upah , Bentuk iuran :4,5% dan 5% Per Keluarga, Besar Iuran:Hingga 30 Juni 2015: 0,5% dari pekerja dan 4% dari pemberi kerja.Mulai 1 juli 2015 : 1% dari pekerja dan 4 % dari pemberi. Keterangan: Kelas I dan II Rawan Inap
3 Peserta:Penerima Bantuan Iuran (PBI), Bentuk iuran :Nilai Nominal Per Jiwa , Besar Iuran:Rp. 19.225. Keterangan:Kelas III Rawat Inap
4 Peserta: Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja , Bentuk iuran :Nilai Nominal Per Jiwa , Besar Iuran:1. Rp 25.500, 2. Rp 42.500, 3. Rp 59.500. Keterangan: Rawat inap Kelas 3 , Rawat inap Kelas 2, Rawat inap Kelas 1
Dalam logika Iuran tersebut, kesehatan masih dipandang sebagai barang dagangan yang bisa diperjual belikan, bukan sebagai hak sosial yang dipenuhi oleh Negara. Logika iuran inilah yang menempatkan Negara sebagai penjarah uang rakyat. Ironisnya, siapa pun yang tidak membayar Iuran tidak akan dilayani sebagai peserta BPJS Kesehatan. Mekanisme pembayaran asuransi dalam mendapatkan pelayanan kesehatan telah menunjukan bahwa untuk mendapatkan haknya, masyarakat harus membayar sendiri. Sehingga BPJS Kesehatan layaknya sebuah bisnis yang konsumennya adalah warga Negara sendiri. Kemudian Keputusan pemerintah dalam Rakornas lintas kementerian terlihat masih setengah hati dalam memberikan Jaminan Kesehatan, yakni menyebutkan nilai PBI sebesar Rp15.500 per orang-per bulan dengan jumlah peserta 86,4 juta dan total anggaran Rp16,07 triliun.
Sementara itu, Sejak diluncurkan MP3KI (Masterplan Percepatan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia) pada bulan Mei 2012 diarahkan untuk menyasar 40% kelompok masyarakat paling bawah secara ekonomi. Kelompok tersebut adalah 29 juta orang miskin dan 70 juta orang rentan miskin (total 99 juta orang). Ini artinya, kalau pemerintah konsisten dengan MP3KI maka seharusnya memakai angka 99 juta orang miskin sebagai penerima bantuan iuran untuk BPJS Kesehatan. Akan tetapi, jika memakai standar Bank Dunia (World Bank) dalam melihat angka kemiskinan akan jauh berbeda. Bank Dunia menetapkan standar kemiskinan melalui pendapatan sebesar 2 Dollar per hari. Sehingga ada sekitar 49% penduduk Indonesia (116 juta orang) berada dibawah garis kemiskinan. Sehingga sekitar 116 juta orang miskin yang ditanggung oleh Negara.
Dari hal di atas, Negara belum menjalankan sistem jaminan kesehatan yang diamanatkan oleh UUD 1945 yaitu “mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh warga Negara.” Tapi Negara hendak mengalihkan tanggungjawab pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Selain membebani masyarakat, sistem pelayanan kesahatan tersebut bersifat diskriminatif. Sehingga BPJS Kesehatan sebagai lembaga penyelenggara jaminan kesehatan nasional, mestinya harus menjamin 253.609.643 jiwa warga Negara Indonesia tanpa harus membeda-bedakan.
Menagih Janji Pada Pemerintah.
Kita telah mengetahui bahwa Negara belum menjalankan jaminan kesahatan bagi seluruh warga Negara, dan kita juga telah mengetahui bahwa subsidi bagi kesehatan sangatlah rendah. Sehingga berdampak pada sulitnya masyarakat mendapatakan perlindungan dan jaminan kesehatan. Sebagai warga Negara yang sadar akan pentingnya kesehatan, memiliki tugas untuk mendorong Pemerintah (Desa hingga Pusat) agar menjalankan kewajibannya. Karena jaminan kesehatan adalah hak, maka masyarakat patut menagihnya. Negara harus mengadakan layanan kesehatan, sarana dan pra sarana pendukung dengan tujuan melayani kebutuhan masyarakat tanpa diskriminasi. Negara berfungsi sebagai pelayan rakyat, dan bukan sebagai “sales” penjual layanan kesehatan. Oleh karena itu, masyarakat mesti menagih hak atas kesehatan yang telah diamanatkan oleh Undang-undang Dasar 1945. Dalam menagih janji ini, masyarakat tidak bisa sendiri-sendiri, melaikan secara bersama-sama. Hal-hal yang dapat dilakun antaralain;Pertama, secara bersama-sama mendata warga untuk didaftarkan sebagai peserta BPJS Kesehatan serta mengawasi jalannya pelayanan kesehatannya. Karena kurangnya sosialisasi maupun pemahaman, sehingga banyak warga yang tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Terkait pelayanan kesehatan masih sangat rendah dan banyak pintu birokrasi, sehingga pengawasan secara bersama-sama akan memudahkan warga dalam mendapatkan pelayanan kesehatannya.
Kedua, secara bersama-sama, warga mendesak agar tercukupinya rumah sakit di setiap kawasan huni warga dengan tenaga medis terlatih dan ketersediaan sarana yang memadahi. Karena kesehatan adalah kebutuhan primer, maka adanya rumah sakit yang dekat dengan lingkungan warga akan semakin memudahkan warga dalam mengaksesnya Dan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, tenaga medis haruslah yang terlatih dan professional sebab warga bukan kelinci percobaan.
Ketiga, bersama-sama mendesak pemerintah daerah untuk memberikan subsidi yang lebih besar untuk bagi seluruh warga tampa membedakan golongan. Disinilah peran pemerintah daerah, ia juga berkewajiban menyelenggarakan kesehatan gratis berkualitas bagi wargannya.
Keempat, bersama-sama menuntut kepada pemerintah pusat dan parlemen untuk merevisi atau mencabut Undang-undang yang merugikan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Serta mendesak agar dibuatkan undang-undang kesehatan yang menjamin seluruh warga Negara.
Hal-hal yang dilakukan diatas, akan lebih baik jika WARGA BERORGANISASI. Dengan BERORGANISASI, warga akan mendapatkan pengetahuan yang lebih dan mengetahui hak sebagai warga Negara. Dengan BERORGANISASI juga semakin erat persaudaraan dan akan semakin solid dalam memperjuangkan hak atas kesehatan. Intinya, dengan berorganisasi akan mengangkat harkat dan martabat sebagai warga Negara yang Merdeka.
***Kaum Muda Berjuang & Melawan***
***Sudah Waktunya Sadar, Bangkit, & Melawan***